Pages

Wednesday, March 26, 2014

26 Maret 2014 -Kebadungan Yang Layak Diceritakan-

"The purpose of life is to live it, to taste experience to the utmost, to reach out eagerly and without fear for newer and richer experience."
- Eleanor Roosevelt-

Siapa yang tidak pernah berbuat kebadungan di masa kecil? Mungkin hampir semua dari kita yang pernah melewati masa kecil pernah melakukannya, bisa jadi kebadungan yang dilakukan itu luar biasa hebatnya hingga membekas dalam ingatan semua orang yang terkait atau minimum kebadungan yang masih dalam taraf normal (tidak melenceng namun cukup mendebarkan). Menurutku kebadungan sendiri adalah suatu proses belajar untuk mendapatkan suatu pengalaman berdasarkan tindakan pemberontakan terhadap norma sosial. Disadari atau tidak, sejak kecil kita hidup dan tumbuh dalam sebuah proses yang diatur dan disesaki oleh norma sosial yang kebenarannya patut dipertanyakan. Sementara hakekat kehidupan itu adalah belajar dan mendapat pengalaman lewat suatu proses yang tidak mengenal kebenaran absolut. Pengalaman seseorang, baik yang positif ataupun negatif, tetap merupakan guru yang brutal dan memberikan suatu pelajaran berharga dalam mewarnai tindakan dan keputusan kita di masa depan. Apakah pengalaman itu suatu kesalahan ataupun kebenaran hanya akan terjawab oleh waktu, bukan sekelompok masyarakat apalagi orang tua.

Yuyu kecil yang sedang tumbuh dalam hidupnya ini pun tak luput merasakan pengalaman dari tindakan-tindakan badungnya agar ia dan kami sebagai orang tuanya ikut belajar dari pengalaman-pengalaman tersebut. Dibawah ini adalah beberapa cerita tentang kebadungan-nya yang telah memberikan kami pengalaman berharga.

1. Memperalat papi untuk menghindari kemarahan mami
Aku lupa kapan waktu persis terjadinya, namun yang kuingat adalah saat dimana ia mulai menyukai makan kerupuk. Biasanya kerupuk yang dibeli pasti akan lebih dari satu karena aku juga penggemar kerupuk. Namun jenisnya yang beragam tentu akan menggugah selera anak kecil untuk memakan lebih dari satu. Untuk hal ini maminya tegas melarang dengan ancaman hukuman. Apa yang dilakukan yuyu ketika ia ingin makan kerupuk lagi? Ia menunggu diriku pulang dan dengan riang berdiri di pintu depan rumah menungguku masuk dan berkata "Papi, kita habis beli kerupuk buat papi loh, ini kerupuknya" sambil memperlihatkan kerupuk itu padaku. "dimakan ya..." Aku yang tidak tahu menahu tentang larangan dari maminya, membuka kerupuk itu sambil tak lupa menawari yuyu untuk ikut makan bersama. Iapun tak menolak dan kami berdua asyik makan kerupuk sambil menonton tv. Saat istriku memergoki kami, iapun memarahi yuyu, tapi dengan santainya ia berkata, "ini kan kerupuknya papi, jadi waktu papi pulang aku kasih ke papi, terus papi ngajak aku makan sama-sama." nah lo....akhirnya akulah yang kena getahnya dan memperoleh omelan dari istriku.  

2. UAS yang sunyi
Siapa yang pernah dihinggapi rasa malas untuk belajar? semua pasti pernah, tapi bagaimana caranya supaya tidak belajar tanpa tidak diketahui? Mungkin kita bisa belajar dari pengalaman yuyu. Suatu ketika, secara tidak sengaja aku terlibat dalam diskusi salah satu grup di bb yang mengeluhkan betapa sibuknya para mama ketika harus memperhatikan anaknya belajar UAS. Aku tersenyum saat membaca keluhan-keluhan itu karena pikirku yuyu biasanya akan memberi tahu kapan ia akan UAS dan bersiap belajar sendiri. Tetapi rasa penasaran menyergapku karena ketikah kehebohan UAS itu terjadi kok aku belum dapat berita dari yuyu tentang kapan UAS-nya dimulai. Iseng-iseng aku bertanya ke yuyu, "yu, kapan kamu UAS?" Betapa kagetnya diriku ketika ia menjawab "kan besok udah terakhir pi..." Loh, kapan belajarnya...? lanjutku. Jawaban dari yuyu lebih mengagetkan lagi "aku nda belajar tapi bisa tuh, pi." Alamak....UAS tanpa info tanpa belajar. Seketika aku memarahinya dan melaporkan hal ini kepada maminya dan ia pun sama terkejutnya dengan diriku. Tidak perlu diceritakan lagi bahwa hasil UAS tanpa belajar itu tidak merefleksikan kemampuan yuyu yang maksimal, prestasinya melorot dan atas dasar itulah kami menghukumnya. Aku yakin hukuman kami tidak membuatnya jera dan suatu saat akan terulang lagi karena keberhasilannya untuk tidak belajar merupakan kegagalan kami dalam memperhatikannya. 

3. Pamit ke mbak kan sama dengan pamit ke mami
Kita sering menasehati yuyu bahwa mbak dirumah itu bisa dianggap sebagai wali mami dan papi yang bertugas untuk menjaganya. Jadi harapan kami, yuyu tidak memperlakukan mbak di rumah itu semena-mena. Yuyu menaatinya bahkan melakukan tindakan yang lebih spektakuler lagi. Mamaku sering mengajak yuyu, cucunya, untuk jalan bersama. Masalahnya waktu untuk jalan keluar itu lebih sering di malam hari. Akibatnya pulang sering larut malam, hal ini menimbulkan masalah dengan jadwal bangun di pagi hari yang berujung pada keterlambatan ke sekolah, karena itu maminya sering melarang yuyu untuk ikut jalan bersama emaknya. Suatu hari, ketika maminya sedang mandi, emak hendak mengajaknya jalan. Khawatir tidak diijinkan mami, yuyu langsung lari menyongsong emak dan memberitahunya bahwa ia akan berpamitan dengan mami dan berganti baju. Yuyu memang berpamitan, tetapi bukan dengan maminya melainkan dengan mbak. Sambil lari-lari kecil, ia menghampiri mbak dan berkata "mbak, yuyu pergi dulu dengan emak ya." Istriku keheranan sehabis mandi mendapat laporan 'pamit'nya yuyu dari mbak dan ketika yuyu pulang larut, ia pun mendapatkan teguran dari mami bahwa seharusnya ia berpamitan dengan mami bukan dengan mbak. Jawaban yuyu adalah "loh, kata mami mbak kan wakilnya mami dan papi, jadi yuyu pikir pamit sama mbak kan sama dengan pamit dengan mami." Jawaban badung yang membuat istriku tidak bisa berkata lebih lanjut. 

Lepas dari kegiatan kebadungan yang dipertontonkannya kepada kami, aku tidak pernah menganggap hal itu adalah suatu kesalahan baginya ataupun kegagalan kami sebagai orang tua. Menurutku, dasar dari tindakan-tindakan badung yuyu adalah kesempatannya memanfaatkan celah kosong perhatian kami, itu adalah sebuah kewajaran, kalau tidak boleh dikatakan sebagai suatu keberhasilan. Aku hanya berharap ia mendapatkan pengalaman yang berharga dari tindakannya itu untuk kemudian dapat memakluminya ketika menjadi orang tua suatu saat di masa depan. 

Tuesday, November 5, 2013

05 November 2013 -Minuet itu mulai menghilang....-

Learn to let go. That is the key to happiness. -wishing tree-

Yuyu baru saja menyelesaikan kelas Grade 1 dengan nilai yang sangat memuaskan, 94 dari nilai tertinggi 99. Ia berhak untuk mendapatkan gelar passed with honor and distinction dalam nilai ujian praktek piano-nya tersebut, ketika secara mendadak, bagaikan halilintar di siang bolong, ia meminta maminya untuk keluar dari kelas piano-nya. Aku paham kenapa ia memilih untuk menceritakan permintaannya keluar itu kepada maminya daripada kepada diriku, karena permintaan itu adalah yang kesekian kalinya terlontar dari dirinya dan aku selalu berhasil "mengakali"nya untuk bertahan (lihat kisahku berhasil mempertahankan yuyu agar tetap melanjutkan kelas piano-nya di: 28 November 2012 - Papi adalah guru semangat Yuyu -). Kali ini yuyu tidak mau bertahan lagi dan ia bersikeras untuk keluar dari kelas piano. 

Istriku menceritakan maksudnya dengan nada kalimat di bagian akhir yang menyatakan persetujuannya terhadap permintaan yuyu dan aku mengalah. Aku menemuinya dan mengajaknya berbicara untuk kesekian kalinya, kali ini aku bertanya apakah benar ia ingin meninggalkan kelas pianonya, ia menjawab dengan kepastian "ya pi, aku mau keluar." Aku memutuskan untuk berbicara dengan sekolah piano-nya dan membereskan keluarnya dengan cepat. 

Satu hal yang masih belum kupahami dari yuyu adalah kenapa ia ingin keluar dari kelas piano meski nilainya tinggi? bagiku itu absurd, apalagi alasan yuyu tentang keinginan keluarnya selalu sama; tidak bisa dan tidak mau. Apa yang tidak bisa? nilainya menunjukkan ia bisa, guru piano-nya bahkan bilang kalau ia punya bakat. Alasannya tidak mau, mungkin ini adalah alasan yang lebih masuk di logika, disinilah dasar berpikirku bertumpu. 

Yuyu mengikuti dua kelas tambahan di luar sekolah, piano dan kumon, untuk kumon ia tidak memiliki bakat yang "outstanding" dibandingkan dengan piano, tetapi kelas kumon masih berjalan hingga saat ini sementara kelas piano berhenti. Jika dilihat dari tingkat kebosanan, kumon lebih membosankan dibandingkan piano, namun dititik ini aku menemukan sesuatu yang lebih pada kelas kumon, yakni konsistensi. Kelas kumon mengajarkan yuyu untuk konsisten mengerjakan tugas yang diberikan setiap hari, sementara kelas piano tidak. Aku yang mestinya menjadi guru semangat yuyu-pun tidak konsisten untuk mengingatkan yuyu. Akhirnya, kelas piano yang memiliki gap dalam pertemuannya, yakni seminggu sekali tergeser fokusnya, sementara kelas kumon bertemu 2x seminggu dan setiap hari diisi dengan tugas yang harus kumpulkan pada setiap pertemuan, telah berhasil membuat yuyu menjadi lebih konsisten. Aku sadar yuyu bukan tidak suka dengan kelas piano, tetapi ia butuh sesuatu yang konsisten.

Kegagalanku untuk menjadi guru semangat yuyu merupakan suatu pelajaran yang berharga, tetapi aku tidak akan pernah berhenti berharap. Aku masih terus berjuang dan mencari cara agar suatu hari nanti, nada minuet itu terdengar kembali dengan lebih nyaring lewat denting piano yang sekarang mulai dimakan kesunyian. 

Wednesday, March 13, 2013

14 Maret 2013 -Hadiah Natal Terindah-

this story was grab years ago from anonymous, 
however the story kept the spirits to believe in miracles.

not only miracles in Christmas but beyond of it...the miracles of life from each of human being
-wishing trees- 


Nasib Egar tidak sebaik hatinya. Dengan pendidikannya yg rendah, pria berumur sekitar 30 tahun itu hanya seorang pekerja bangunan yg miskin. Dan bagi seseorang yg hanya berjuang hidup untuk melewati hari demi hari, natal tidak banyak berbeda dengan hari2 lainnya, karenanya apa yg terjadi pada suatu malam natal itu tidak banyak yg diingatnya.

Malam itu di seluruh negeri berlangsung kemeriahan suasana natal. Setiap orang mempersiapkan diri menghadapi makan malam yg berlimpah. Tapi di kantong Egar hanya terdapat $10, jumlah yg pas-pasan untuk makan malamnya dan tiket bis ke Baldwin, dimana dia mungkin mendapatkan pekerjaan untuk ongkos hidupnya selama beberapa berikutnya.

Maka menjelang malam, ketika lonceng & lagu2 natal terdengar dimana2, dan senyum dan salam natal diucapkan tiap menit, Egar menaikkan kerah bajunya dan menunggu kedatangan bis pukul 20:00 yg akan membawanya ke Baldwin.

Salju turun deras. Suhu jatuh pada tingkat yg menyakitkan dan perut Egar mulai berbunyi karena lapar. Ia melihat jam di stasiun, dan memutuskan untuk membeli hamburger dan kentang goreng ukuran ekstra, karena ia butuh banyak energi untuk memindahkan salju sepanjang malam nanti. 'Lagipula,' pikirnya, 'sekarang adalah malam natal, setiap orang, bahkan orang seperti saya sekalipun, harus makan sedikit lebih special dari biasanya.'

Di tengah jalan ia melewati sebuah bangunan raksasa, dimana sebuah pesta mewah sedang berlangsung. Ia mengintip ke dalam jendela. Ternyata itu adalah pesta kanak2. Ratusan murid taman kanak2 dengan baju berwarna-warni bermain-main dengan begitu riang. Orangtua mereka saling mengobrol satu sama lain, tertawa keras dan saling olok. Sebuah pohon terang raksasa terletak di tengah2 ruangan, kerlap-kerlip lampunya memancar keluar jendela dan mencapai puluhan mobil2 mewah di pekarangan. Di bawah pohon terang terletak ratusan hadiah2 natal dalam bungkus berwarna-warni. Di atas beberapa meja raksasa tersusun puluhan piring2 yg berisi bermacam-macam makanan dan minuman, menyebabkan perut Egar berbunyi semakin keras. Dan ia mendengar bunyi perut kosong di sebelahnya. Ia menoleh, dan melihat seorang gadis kecil, berjaket tipis, dan melihat ke dalam ruangan dengan penuh perhatian. Umurnya sekitar 10 tahun. Ia tampak kotor & tangannya gemetar. 'Minta ampun nona kecil,' Egar bertanya dengan pandangan tidak percaya,'udara begitu dingin, dimana orangtuamu?' Gadis itu tidak bicara apa2. Ia hanya melirik Egar sesaat, kemudian memperhatikan kembali anak2 kecil di dalam ruangan, yang kini bertepuk tangan dengan riuh karena Sinterklas masuk ke dalam ruangan. 'Sayang kau tidak bisa di dalam sana' Egar menarik napas. Ia merasa begitu kasihan pada gadis itu.

Keduanya kembali memperhatikan pesta dengan diam2. Sinterklas sekarang membagi-bagikan hadiah pada anak2, dan mereka meloncat ke sana-sini, memamerkan hadiah2 kepada orangtua mereka yg terus tertawa.
Mata gadis itu bersinar. Jelas ia membayangkan memegang salah satu hadiah itu, dan imajinasi itu cukup menimbulkan secercah sinar di matanya. Pada saat yg bersamaan Egar bisa mendengar bunyi perutnya lagi.
Egar tidak bisa lagi menahan hatinya. Ia memegang tangan gadis itu & berkata 'Mari, akan saya belikan sebuah hadiah untukmu.' 'Sungguh ?' gadis itu bertanya dengan nada tidak percaya. 'Ya. Tapi kita akan mengisi perut dulu.' Ia membawa gadis itu diatas bahunya dan berjalan ke sebuah depot kecil. Tanpa berpikir tentang tiket bisnya ia membeli 2 buah roti sandwich, 2 bungkus kentang goreng dan 2 gelas susu coklat. Sambil makan ia mencari tahu tentang gadis itu.

Namanya Ellis dan ia baru kembali dari sebuah toko minuman dimana ibunya bekerja paruh waktu sebagai kasir. Dia sedang dalam perjalanan pulang ke rumah anak yatim St. Carolus, sebuah sekolah kecil yg dibiayai pemerintah untuk anak2 miskin. Ibunya baru memberinya sepotong roti tawar untuk makan malamnya. Egar menyuruh gadis itu untuk menyimpan rotinya untuk besok.

Sementara mereka bercakap2, Egar terus berpikir tentang hadiah apa yg bisa didapatnya untuk Ellis. Ia kini hanya punya sekitar $5 dikantongnya. Ia mengenal sopir bis, dan ia yakin sopir itu akan setuju bila ia membayar bisnya kali berikutnya. Tapi tidak banyak toko2 yg buka disaat ini, dan yg bukapun umumnya menaikkan harga2 mereka. Ia amat ragu2 apakah ia bisa membeli sesuatu seharga $5.

Apapun yg terjadi, katanya pada dirinya sendiri, saya akan memberi gadis ini hadiah, walaupun itu kalung saya sendiri. Kalung yg melingkari lehernya adalah milik terakhirnya yg paling berharga. Kalung itu adalah 24 karat murni, sepanjang kurang lebih 30 cm, seharga ratusan dollar. Ibunya memberinya kalung itu beberapa saat sebelum kematiannya.

Mereka mengunjungi beberapa toko tapi tak satupun yg punya sesuatu seharga $5. Tepat ketika mereka mulai putus asa, mereka melihat sebuah toko kecil yg agak gelap di ujung jalan, dengan tanda 'BUKA' di atas pintu.

Bergegas mereka masuk ke dalam. Pemilik toko tersenyum melihat kedatangan mereka, dan dengan ramah mempersilakan mereka melihat2, tanpa peduli akan baju2 mereka yg lusuh. Mereka mulai melihat barang2 di balik kaca & mencari2 sesuatu yg mereka sendiri belum tahu. Mata Ellis bersinar melihat deretan boneka beruang, deretan kotak pensil, dan semua barang2 kecil yg tidak pernah dimilikinya. Dan di rak paling ujung, hampir tertutup oleh buku cerita, mereka melihat seuntai kalung. Kening Egar berkerut. Apakah itu kebetulan, atau natal selalu menghadirkan keajaiban, kalung bersinar itu tampak begitu persis sama dengan kalung Egar.

Dengan suara takut2 Egar meminta melihat kalung itu. Pemilik toko, seorang pria tua dengan cahaya terang di matanya dan jenggot yg lebih memutih, mengeluarkan kalung itu dengan tersenyum. Tangan Egar gemetar ketika ia melepaskan kalungnya sendiri untuk dibandingkan pada kalung itu. 'Yesus Kristus,' Egar mengguman,'begitu sama dan serupa.'

Kedua kalung itu sama panjangnya, sama mode rantainya, dan sama bentuk salib yg tertera diatas bandulnya. Bahkan beratnyapun hampir sama. Hanya kalung kedua itu jelas kalung imitasi. Dibalik bandulnya tercetak: 'Imitasi : Tembaga'. 'Samakah mereka?' Ellis bertanya dengan nada kekanak2an. Baginya kalung itu begitu indah sehingga ia tidak berani menyentuhnya. Sesungguhnya itu akan menjadi hadiah natal yg paling sempurna, kalau saja......kalau saja.......

"Berapa harganya, Pak ?" tanya Egar dengan suara serak karena lidahnya kering. "Sepuluh dollar." kata pemilik toko. Hilang sudah harapan mereka. Perlahan ia mengembalikan kalung itu. Pemilik toko melihat kedua orang itu berganti2, dan ia melihat Ellis yg tidak pernah melepaskan matanya dari kalung itu. Senyumnya timbul, dan ia bertanya lembut "Berapa yg anda punya, Pak ?" Egar menggelengkan kepalanya "Bahkan tidak sampai $5." Senyum pemilik toko semakin mengembang "Kalung itu milik kalian dengan harga $4." Baik Egar maupun Ellis memandang orang tua itu dengan pandangan tidak percaya. "Bukankah sekarang hari Natal ?" Orang tua itu tersenyum lagi, "Bahkan bila kalian berkenan, saya bisa mencetak pesan apapun dibalik bandul itu. Banyak pembeli saya yg ingin begitu. Tentu saja untuk kalian juga gratis." "Benar2 semangat natal." Pikir Egar dalam hati.

Selama 5 menit orang tua itu mencetak pesan berikut dibalik bandul : "Selamat Natal, Ellis Salam Sayang, Sinterklas" Ketika semuanya beres, Egar merasa bahwa ia memegang hadiah natal yg paling sempurna seumur hidupnya. Dengan tersenyum Egar menyerahkan $4 pada orang tua itu dan mengalungkan kalung itu ke leher Ellis. Ellis hampir menangis karena bahagia. "Terima kasih. Tuhan memberkati anda, Pak. Selamat Natal." kata Egar kepada orang tua itu. "Selamat natal teman2ku." Jawab pemilik toko, senantiasa tersenyum.

Mereka berdua keluar dari toko dengan bahagia. Salju turun lebih deras tapi mereka merasakan kehangatan didalam tubuh. Bintang2 mulai muncul di langit, dan sinar2 mereka membuat salju di jalan raya kebiru2an. Egar memondong gadis itu di atas bahunya dan meloncat dari satu langkah ke langkah yg lain. Ia belum pernah merasa begitu puas dalam hidupnya. Melihat tawa riang gadis itu, ia merasa telah mendapat hadiah natal yg paling memuaskan untuk dirinya sendiri. Ellis, dengan perut kenyang dan hadiah yg berharga di lehernya, merasakan kegembiraan natal yg pertama dalam hidupnya.

Mereka bermain dan tertawa selama setengah jam, sebelum Egar melihat jam di atas gereja dan memutuskan bahwa ia harus pergi ke stasiun bis. Karena itu ia membawa gadis itu ketempat dimana ia menemukannya.
"Sekarang pulanglah, Ellis. Hati2 dijalan. Tuhan memberkatimu selalu."
"Kemana anda pergi, Pak ?" tanya Ellis pada orang asing yg baik hati itu.
"Saya harus pergi bekerja. Ingat sedapat mungkin bersekolahlah yg rajin. Selamat natal, sayang."

Ia mencium kening gadis itu, dan berdiri. Ellis mengucapkan terima kasih dengan suaranya yg kecil, tersenyum dan berlari2 kecil ke asramanya. Kebahagiaan yg amat sangat membuat gadis kecil itu lupa menanyakan nama teman barunya.

Egar merasa begitu hangat didalam hatinya. Ia tertawa puas, dan berjalan menuju ke stasiun bis. Pengemudi bis mengenalnya, dan sebelum Egar punya kesempatan untuk bicara apapun, ia menunjuk salah satu bangku yg masih kosong. "Duduk di kursi kesukaanmu, saudaraku, dan jangan cemaskan apapun. Sekarang malam natal." Egar mengucapkan terima kasih, dan setelah saling menukar salam natal ia duduk di kursi kesukaannya.

Bis bergerak, dan Egar membelai kalung yg ada di dalam kantongnya. Ia tidak pernah mengenakan kalung itu di lehernya, tapi ia punya kebiasaan untuk mengelus kalung itu setiap saat. Dan kini ia merasakan perbedaan dalam rabaannya. Keningnya berkerut ketika ia mengeluarkan kalung itu dari kantongnya, dan membaca sebuah kalimat yg baru diukir dibalik bandulnya : "Selamat Natal, Ellis Salam Sayang, Sinterklas"

Saat itu ia baru sadar bahwa ia telah keliru memberikan hadiah untuk Ellis......

***

Selama 20 tahun berikutnya hidup memperlakukan Egar dengan amat keras. Dalam usahanya mencari pekerjaan yg lebih baik, ia harus terus menerus berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Akhirnya ia bekerja sebagai pekerja bangunan di Marengo, sekitar 1000 km dari kampung halamannya. Dan ia masih belum bisa menemukan pekerjaan yg cukup baik untuk makan lebih dari sekedar makanan kecil atau kentang goreng.

Karena bekerja terlalu keras di bawah matahari & hujan salju, kesehatannya menurun drastis. Bahkan sebelum umurnya mencapai 45 tahun, ia sudah tampak begitu tua dan kurus. Suatu hari menjelang natal, Egar digotong ke rumah sakit karena pingsan kecapaian.

Hidup tampaknya akan berakhir untuk Egar. Tanpa uang sepeserpun di kantong dan sanak famili yg menjenguk, ia kini terbaring di kamar paling suram di rumah sakit milik pemerintah. Malam natal itu, ketika setiap orang di dunia menyanyikan lagu2 natal, denyut nadi Egar melemah, dan ia jatuh ke dalam alam tak sadar.

Direktur rumah sakit itu, yg menyempatkan diri menyalami pasien2nya, sedang bersiap2 untuk kembali ke pesta keluarganya ketika ia melihat pintu gudang terbuka sedikit. Ia memeriksa buku di tangannya & mengerutkan keningnya. Ruang itu seharusnya kosong. Dia mengetuk pintu, tidak ada jawaban. Dia membuka pintu itu dan menyalakan lampu. Hal pertama yg dilihatnya adalah seorang tua kurus yg tergeletak diatas ranjang, disebelah sapu2 & kain lap. Tapi perhatiannya tersedot pada sesuatu yg bersinar suram di dadanya, yg memantulkan sinar lampu yg menerobos masuk lewat pintu yg terbuka.

Dia mendekat dan mulai melihat benda yg bersinar itu, yaitu bandul kalung yg sudah kehitam2an karena kualitas logam yg tidak baik. Tapi sesuatu pada kalung itu membuat hatinya berdebar. Dengan hati2 ia memeriksa bandul itu dan membaca kalimat yg tercetak dibaliknya.

"Selamat Natal, Ellis Salam Sayang, Sinterklas"

Air mata turun di pipi Ellis. Inilah orang yg paling diharapkan untuk bertemu seumur hidupnya. Inilah orang yg membuat masa kanak2nya begitu tak terlupakan hanya dengan 1 malam saja, dan inilah orang yg membuatnya percaya bahwa sesungguhnya Sinterklas memang ada di dunia ini.

Dia memeriksa denyut nadi Egar dan mengangguk. Tangannya yg terlatih memberitahu harapan masih ada. Ia memanggil kamar darurat, dan bergerak cepat ke kantornya. Malam natal yg sunyi itu dipecahkan dengan kesibukan mendadak dan bunyi detak langkah2 kaki puluhan perawat & dokter jaga.

"Jangan kuatir, Pak.... Siapapun nama anda. Ellis disini sekarang, dan Ellis akan mengurus Sinterklasnya yg tersayang."

Dia menyentuh kalung di lehernya. Rantai emas itu bersinar begitu terang sehingga seisi ruangan terasa hangat walaupun salju mulai menderas diluar.

Ia merasa begitu kuat, perasaan yg didapatnya tiap ia menyentuh kalung itu. Malam ini dia tidak harus bertanya2 lagi karena ia baru saja menemukan orang yg memberinya hadiah natal yg paling sempurna sepanjang segala jaman..........

Tuesday, November 27, 2012

28 November 2012 - Papi adalah guru semangat Yuyu -



Satu Ayah lebih berharga dari 100 guru disekolah 
– George Herbert -


Sudah hampir setahun piano yang dibeli dengan cara dicicil itu berada di rumah kami dan cicilannya pun masih belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Sementara itu, dentingan yang mula-mula sederhana mulai meningkat menuju nada-nada musik yang mulai berirama cepat dengan tekanan-tekanan yang semakin sulit. Disisi lain, dentingan nada yang awalnya sering didengar itu kini mulai terdengar jarang. Ada apa gerangan?

"Papi, yuyu mau berhenti les piano." pinta yuyu suatu ketika di pagi yang mendung. Seketika seperti ada kilat yang menyambar diriku seiring dengan mulainya gerimis di awal musim hujan yang terlambat ini. "kenapa yuyu mau berhenti?" kataku dengan nada yang dibuat tenang. "yuyu pengen aja, bosen main piano,"jawabnya. "hmm, kalo gitu papi mesti berhentiin les piano yuyu dong?"tanyaku hati-hati "iya pi"jawab yuyu pasti. "kalau begitu nanti piano-nya mesti papi jual dong?"lanjutku lagi dengan penuh harapan cemas bahwa yuyu akan menolak pianonya dijual, "iya pi, dijual aja...." Duarr!!!!, petirnya menyambar setelah kilat dan telingaku berdenging....respon awalku adalah apa yang salah? Bagaimana mungkin yuyu yang dulu minta piano dengan semangat belajar yang luar biasa tiba-tiba berubah hendak berhenti main piano? (kalau tidak ingat cerita semangat yuyu belajar piano, bisa direfresh ke cerita: 29 September 2011 -Minuet-).

Kini saatnya aku harus mengeluarkan salah satu kartu jokerku yang paling luar biasa pada yuyu, yang sering aku gunakan disaat-saat aku terdesak dan kalah untuk memaksakan kehendakku padanya, yakni intimidasi untuk menceritakan masalah ini kepada semua orang yang kukenal. Maka dengan wajah sesantai mungkin aku berbicara dengan yuyu lagi, "kalau begitu papi mesti mengabarkan kabar sukacita ini keseluruh penjuru dunia." Yessssss.....berhasil, yuyu mulai mengambek mendengar kalimatku itu. Dalam pikirannya, semua orang akan tahu kalau ia berhenti les piano karena......bosan hehehehehehehe. Dan seakan Tuhan menjawab doaku tersebut, pagi itu aku bertemu dengan Kevin, salah seorang temanku yang dikenal juga oleh yuyu. "Papi boleh cerita ke om Kevin kan yu?" kejarku dengan cepat dan penuh kemenangan. Yuyu meninggalkanku dan tidak mau bertemu dengan Kevin karena.....ngambek.

Dalam perjalanan pulang, pada saat yuyu tidak mau berbicara padaku, aku berpikir jika kartu joker pun tidak berguna pada saat kugunakan, maka ada masalah mendasar yang membuat yuyu tidak mau main piano lagi.....apa itu ya? bagaimana aku bisa tahu? dan kalaupun tahu bagaimana bisa membantunya? Aku buta piano dan musik, jangankan membaca tangga nada yang bagiku seperti ular tangga, memainkan nada dengan satu tangan dipiano saja sudah cukup sulit bagiku, jadi bagaimana aku bisa membantunya jika memang tahu masalahnya? Akhirnya kuputuskan bahwa aku harus mencoba untuk mencari tahu dan jika memang nanti tidak tahu aku mesti lapor ke guru pianonya.

Sesampai dirumah, aku melapor pada istriku bahwa yuyu hendak berhenti main piano, diluar dugaan, istriku sudah mengetahuinya....jadi aku adalah orang terakhir yang tidak tahu apa-apa tentang masalah ini dan masih mencicil piano tiap bulan pula?? Semangatku hidup dan membara melihat situasi seperti ini, aku mulai membuka pembicaraan lagi dengan yuyu, menanyakan lagi sampai dimana pelajaran pianonya dan bahkan memintanya memainkan lagu yang kami suka. Setelah itu, aku bertanya tentang lagu yang telah dipelajarinya terakhir serta memintanya untuk dimainkan pula......yuyu terlihat tidak siap dan lagu tersebut dimainkan secara berantakan. Sejenak aku berpikir, lagu ini memang sulit karena ada dua balok nada yang harus dimainkan dengan kedua tangan mesti sinkron dan saling mengisi. Pada awal yuyu bermain piano, aku masih turut mengajarinya, tetapi lebih ke arah penekanan perasaan ke dalam setiap lagu yang dimainkan yuyu dan aku tidak perlu sok untuk mengerti dan menguasai tangga nada yang memang tidak kumengerti sama sekali.

Namun untuk kasus lagu ini, ada beda yang menjurang, aku tidak bisa menekankan perasaan yuyu ke dalam lagu itu karena.....yuyu tidak menguasai lagunya, tetapi ada satu hal yang aku mengerti, jika nadanya sulit dimainkan oleh dua tangan maka mainkan dulu dengan satu tangan, jadi kalau kedua tangan sudah hapal dengan nada-nya maka barulah disinkronkan. Yuyu menuruti saranku dan mencoba mensinkrokan nadanya dengan cara memainkan balok nada atas sebanyak sepuluh kali dengan tangan kiri dan balok nada bawah sepuluh kali dengan tangan kanan kemudian bermain sinkron dengan kedua tangan, just as simple as that and then the miracle happen.....yuyu terkejut karena ia telah bisa memainkan lagunya dengan lebih baik. Aku tersenyum dan berkata padanya "papi rasa kamu sudah siap untuk mainkan lagu itu ke miss-mu deh"

Saat yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang, yuyu pulang dari les piano dan berkata padaku dengan bangga "papi, kata miss aku bisa lanjutin ke buku tes musik" "oya? trus gimana rencanamu untuk berhenti les piano?" tanyaku lagi. Kalimat jawaban selanjutnya dari yuyu membuatku terjaga "ngapain berhenti les piano, kan ada papi yang jadi guru semangat yuyu?"

Papi adalah guru semangat yuyu.....apakah ini janjiku kepadanya ataukah ini ucapan terima kasih tulusnya padaku? jika ini janjiku maka aku akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap menjadi guru semangatmu yu....


PS.
1. For your kind interest, the song that my daughter should learned called: Down By The Bay - one of classical song that should be learned during basic piano lesson, you could find it on:
http://www.youtube.com/watch?NR=1&v=Lk6MnqBf2H8&feature=endscreen
2. Special Thanks for Kevin Mardhi to be appear on live scene as my Daddy-Daughter Story's witness. GBU

Friday, May 25, 2012

5 May 2012 - Happy Birthday my Sweet Little Girl-


Our lives are made in these small hours
These little wonders, these twists and turns of fate
Time falls away but these small hours
These small hours still remain...
-Footage of Little Wonders's Song-

Seven years ago on the same date and month just like today, that little baby were born. Her cries were overwhelmed the maternity alley and suddenly woke me up from my desperate bide. My legs trembled when i start to run and chase over the nurse that drove a baby cart from where the cry belongs. "is she my baby, nurse?" asked me, "yes sir, she is, congratulation for your baby daughter born" replied her without turned her heads or broke her hasten steps to carry my little yuyu up to be washed. My pace were stopped at the baby room and I could no longer follow her inside and saw her been washed nor to look what the nurse did to her, i just could starred their shadow from the closed curtains.

As the curtains opened on the next thirty minutes, my little yuyu has been covered with blanket and started to yawn. Just on the seconds, she start to cry again and now as her lungs already filled with the air, she screamed her voice out that was so loud, just to shock the other babies and triggered a choir of babies cry along the room. At that moment i was inadvertent crying a bit and mumbled "welcome to our family, yuyu...". That tears were some kind of puzzled emotions consist of happiness, worry, miracles, outstanding and all of other feelings mix in one. She just born on that morning and from that time, she will filled our family life up and gave us the starting point to taste the parental experiences, an everlasting experience that should be learned by both of us until she is ready to confront the reality.


Our parental learning experiences were draw with so many colors, consist of sort sad and happiness stories. There was a time when she should enter a hospital caused by our failures to learn that every children need their parents on their side to look after them. There also a time when we shall dealt with natural disaster and how i shall carried her on my neck with my right hand and umbrella on the left hand and crossed the flooding which already meet my upper chest at midnight. She was just one and a half year that time.


Today, Its been a while when time passes by and sometimes it was so fast for me to realize that my little baby already reach her seven years. She grew from her first yawn, first cry and her first step. All of her first act seem just like a life picture of yesterday and those initial love become as strong as her growth. I just could not express the feeling of my pride to be her father on how she will hop in happiness just to fetch me up when i got home on many evenings and how she will patiently wait for me to assist her learning just to boost her confidence up to meet her test in school or how she will suddenly call me just to know when will i went to home.

I just wish that it would be everlasting enough for me to be her shoulder to lean of, even though that some day in the near future, she will leave us to start her own family.....

Happy birthday yuyu, a best wishes from papi will always be with you everyday......

Thursday, May 17, 2012

25 April 2012 -Gmana cara membuatmu mau membaca ya yu? (extended part)-


"There are many little ways to enlarge your child's world. Love of books is the best of all."
~ Jacqueline Kennedy

Pengalaman kami untuk membuat yuyu membaca pada saat ia berusia 3,5 tahun memang mengalami kemajuan, namun kemajuan tersebut tidak menjadikan yuyu sering dan suka membaca. Di usianya yang beranjak ke tujuh tahun, ia tidak lagi suka membaca dan kemampuan membaca-nya masih bersifat standar alias masih tetap malas membaca, meskipun telah mampu membaca. Situasi ini membuatku prihatin dan berpikir untuk terus merangsang yuyu agar mau dan suka membaca. Sebenarnya aku tidak berharap yuyu menjadi kutu buku seperti aku, tetapi setidaknya ia bisa mirip mami-nya yang suka membaca buku jika memang diperlukan. Bagaimanapun, buku merupakan jendela dunia dan dari bukulah seseorang bisa memperoleh pandangan yang luas tentang apa saja yang ia inginkan. Berikut ini beberapa cara yang telah kucoba untuk membuat yuyu mau membaca. 


1. Berlangganan majalah anak-anak 
Siapa yang tidak kenal Bobo? hampir semua anak di Indonesia kenal Bobo. Bagi aku dan istriku, Bobo merupakan majalah anak-anak yang menyertai kami dalam proses menuju dewasa. Latar belakang tersebut menjadikan yuyu kecil telah menjadi sahabat Bobo dimulai dari majalah Bobo Junior dan berlangsung hingga majalah Bobo. Meskipun sering membaca Bobo, tetapi kerap kali ia hanya membaca bagian yang ia senangi dan itupun tidak banyak. Hingga sekarang, majalah Bobo tetap menjadi langganan karena sangat membantu yuyu ketika ia harus menyiapkan pekerjaan kliping sekolah. 


2. Membelikan dan membacakan buku dongeng. 
Salah satu resep agar anak mau membaca adalah menimbulkan keingintahuannya tentang buku. Rasa keingin-tahuan tentang buku bisa dimulai dengan cara sederhana yakni membacakan dongeng sejak anak kita masih kecil. Meskipun kami memulai langkah ini dengan terlambat, tetapi keyakinan bahwa tidak ada sesuatu yang terlambat di dunia ini mendorongku membelikan sebuah buku dongeng yang berisi 365 dongeng. Jadi dalam buku tersebut tersedia begitu banyak dongeng yang bila dibacakan satu dongeng per hari bisa selesai dalam waktu satu tahun. Dalam prakteknya, yuyu kerap meminta kami membacakan dongeng....tetapi rasa ingin tahu untuk membaca tetap tidak tumbuh dalam dirinya, yang tumbuh malah ketergantungan untuk minta dibacakan dongeng :-D 
Meskipun cara ini belum berhasil, kami berdua masih keras kepala memakainya sembari mencari cara lain. Setidaknya investasi buku dongeng ini masih bisa dilanjutkan pada yu el, anak kedua kami.


3. Menawarkan koleksi buku yang disukai
Yuyu suka komik bergambar dan kesempatan ini tidak ku sia-siakan. Aku mengajaknya untuk mengoleksi buku komik yang ia sukai, tentunya buku komik yang dipilih sesuai dengan standar yang kita sepakati bersama. Yuyu dan aku memutuskan untuk mengoleksi komik smurf. Menyadari kesempatan untuk membuat yuyu membaca telah datang didepan mata, dengan tidak tanggung-tanggung aku memesan tiga buku komik Smurf langsung sebagai investasi awal dan mengajaknya membaca. Rasanya senang ketika melihat ia menikmati bacaan komik smurf sembari aku juga ikutan membaca komik tersebut. Waktu aku membaca komik smurf, timbul perasaan janggal......aku kesulitan untuk mengartikan arti kata "smurf" seperti contoh; papa smurf men-smurf-kan tulisan yang telah di-smurf oleh smurf penyair. Alamak, jika aku saja kesulitan untuk mengartikan kata "smurf", apalagi yuyu? Benar saja, tak lama setelah satu buku dibaca, ia mulai bertanya tentang arti kata "smurf" di dalam komik smurf, hasilnya menjadi jelas, buku smurf tidak laku lagi untuk dibaca, karena kami sama-sama kesulitan mengartikan arti kata "smurf" secara keseluruhan dalam komik tersebut.


4. Membaca ayat Alkitab saat teduh
Istriku dalam kesehariannya sering melakukan saat teduh, salah satu kegiatan dimana seseorang melakukan kontak dengan sang Pencipta melalui keyakinannya yang dalam hal ini adalah Kristen. Secara tidak sengaja, yuyu ikut bergabung dengan maminya berdua untuk melakukan saat teduh dan ketika memasuki fase membaca Alkitab, yuyu dengan senang hati dan antusias membacakan ayat-ayat yang ada di Alkitab. 


Bagi kami, membaca ayat alkitab disaat teduh itu merupakan salah satu titik terang untuk menumbuhkan minat membacanya. Aku sadar, ternyata selama ini usaha kami untuk menumbuhkan minat yuyu untuk membaca hanya bertumpu pada bagaimana mengupayakan bacaan yang disenangi olehnya tanpa melihat kenyataan bahwa sebenarnya yuyu ingin membaca bersama-sama dibarengi oleh kami sebagai orang tuanya. Sekali lagi kami belajar, bahwa menyayangi anak-anak bukanlah dengan menyediakan materi yang berlebihan, tetapi lebih banyak bertumpu pada penyediaan waktu yang berkualitas untuk bersama-sama melakukan pekerjaan yang mereka senangi. 


Sekali lagi papi melakukan kesalahan dan belajar dari kenyataan yang sederhana dalam kehidupan ini......terima kasih yuyu telah mengingatkan papi.....

Thursday, April 12, 2012

9 April 2012 -Selamat Jalan Kung Kung-

Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.
2 Timotius 4:7-8


Pagi hari ini kung-kung kami meninggal. Kung-kung adalah sebutan yuyu untuk kakek dari ayah kandung istriku. Sudah hampir 4 bulan kung kung dirawat karena jatuh dari lantai kamar mandi di rumahnya. Sejak jatuh hingga hari dimana ia meninggal, kung kung hampir tidak pernah sadar dan berbicara lagi kepada kami. Bagi kami, kehilangan kung kung hari ini sebenarnya merupakan faktor penentu dari hubungan yang tidak pasti selama hampir 4 bulan ini. Meskipun sedih, kami merelakan kepergiannya dan bersyukur ia telah lepas dari penderitaan di dunia ini dan kembali ke Sang Pencipta.

Hubungan yuyu dengan kung kung mungkin kurang dekat karena faktor jarak lokasi yang berjauhan, usia diantara keduanya dan karakter kung kung sendiri yang memang cenderung pendiam. Tulisan ini sendiri dibuat agar Yuyu sedikit banyak dapat mengetahui cerita tentang pribadi kung-kung yang telah meninggalkan dirinya.

Kung kung lahir pada masa republik ini masih belum merdeka dan sedang berjuang untuk itu. Ia merupakan anak tertua dari 8 bersaudara, masa-masa itu merupakan masa sulit yang tak perlu diceritakan, sehingga mengharuskan ia menjadi orang kedua setelah ayahnya yg bertanggung jawab utk keluarga. Kung kung mengorbankan masa sekolahnya untuk bekerja dan ia membantu menyekolahkan adik-adiknya, membesarkan mereka hingga berkeluarga satu demi satu.

Rumah keluarga mereka di cepu merupakan saksi dari kerja keras kung-kung dalam mengumpulkan saudara2nya, yang satu demi satu ia lepaskan dengan mandiri. Kadang untuk tujuan tersebut, kung kung harus mengorbankan waktu, tenaga dan dana yg diperuntukkan bagi keluarganya, kasih sayangnya terhadap saudara2nya kadang membuat dirinya terkesan tidak tegas bagi keluarganya sendiri, sebuah konsekuensi yang diterimanya dengan sabar.

Kesabaran kung-kung ibarat langit tak berbatas, nada suaranya hampir tidak pernah tinggi, perdebatan dengan pho-pho bahkan mirip seperti dua orang yang sedang berdiskusi. Jika marah, kung kung lebih banyak menghindar dan diam. Perselisihan adalah hal yang tabu bagi dirinya, mengalah adalah pilihannya. Sepanjang ingatan mami, ia tidak pernah dipukul oleh kung kung, kecuali omelan biasa yang tidak panjang lebar. Bagi kung kung, dirinya adalah prioritas belakangan, orang yang menurutnya lebih penting akan selalu diprioritaskan, bahkan bila perlu dengan mengorbankan dirinya.

Selain kesabaran, kung kung juga memiliki keyakinan yang kuat, sekali memilih pantang untuk berhenti di tengah jalan, ia akan melakukan langkahnya dengan pasti tanpa penyesalan dan dalam setiap langkahnya, terdapat iman yang teguh, Tuhan adalah pemimpinnya.

Dimasa tuanya, kung kung yang lelah bekerja, hidup dalam kesederhanaan, tangannya yang dulu kuat tidak mampu lagi utk mengangkat beban berat, matanya yang dulu cermat dalam bekerja terkikis habis oleh usia, diabetes menjadi penyakit yang menyertai dirinya mirip sahabat setia. Namun setiap menatap mata kung kung, papi selalu melihat sorot mata kebanggaan dari seorang kakak. Seorang kakak yang bertanggung jawab sedemikian besar bagi orang tuanya dan berkorban sedemikian besar bagi adik-adiknya. Sungguh kualitas seorang kakak yang tidak ada duanya.

Yuyu, seorang kakak tertua mewarisi semangat dari kedua orang tuanya untuk melindungi adik-adiknya. Kakak tertua punya tugas dan tanggung jawab yang berat untuk membuat dirinya secepat mungkin menjadi mandiri dan kemudian berusaha untuk membuat adik-adiknya untuk menjadi mandiri juga. Ingatlah itu yu, kamu adalah teladan bagi mereka adik-adikmu, dari kamulah mereka belajar untuk bersatu atau pecah berantakan.

Hari ini, ketika kung kung berpulang, papi berharap mami bisa memahami nilai perjuangan yang telah kung kung lakukan selama ini, perjuangan itu layak mendapatkan kebanggaan terdalam di hati setiap anak-anak kung kung, termasuk mami, karena kung kung, lepas dari segala kekurangannya merupakan perwujudan sempurna dari gambar dan rupa Tuhan selaku gembala yang baik bagi adik dan keluarganya.